Ta jia hao! Ketemu lagi sama cicireceh di blog ini hehe. Kali ini aku mau sharing satu insight yang aku dapet dari Ngopcan bareng Beautiesquad Community, dan dibawakan oleh Erny Kurniawati. Jadi sebelum memulai postnya, aku mau berterimakasih dulu atas kesempatan dan ilmu yang dibagiin. Banyak materi yang sudah lama jadi pertanyaanku, dan mungkin kamu juga, akhirnya terjawab.
Baca juga cara membuat artikel beauty yang baik.
Seringkali kita bertanya-tanya, kenapa si A diajak kerjasama, aku nggak? Atau, apa yang bikin si A sering jadi langganan brand dan kita biasa aja? Untuk jawab ini, kita mulai dari:
Tujuan brand kerjasama dengan blogger
Ada beberapa goals sebuah brand mengajak kerjasama dengan blogger. Beberapa diantaranya:
1. Meningkatkan backlink ke official website brand
Efeknya tentu akan membantu untuk mendapatkan lalu lintas rujukan dan juga membantu dalam meningkatkan Domain Authority (DA) dari website brand. Peningkatan DA dan PA di website brand akan mempengaruhi brand value dari brand itu sendiri untuk jangka panjang.
2. Meningkatkan SEO brand di mesin pencari google
Seperti yang sudah disampaikan pada poin 1, DA PA website brand tentunya akan sangat berpengaruh pada SERP atau SEO itu sendiri.
3. Meningkatkan awareness
Bisa tentang brand itu maupun tentang produk tertentu yang sedang mereka promosikan. Itulah mengapa sebagai beauty blogger kita perlu memperhatikan dan mengikuti timeline yang diberikan brand. Karena jika timelinenya sudah lewat, mungkin produk yang ingin dipromosikan sudah berubah.
4. Memberikan banyak opsi review ke calon customer
Secara tidak langsung, brand menunjukkan bagaimana cara kerja produk di berbagai jenis kulit. Maka dari itu, untuk skincare ada durasi masa pakai mulai dari 2 minggu sampai 4 minggu. Idealnya, hasil akan nyata terlihat setelah 4 minggu pemakaian.
Lagi-lagi, efek jangka panjangnya adalah meningkatkan brand value.
Untuk mencapai keempat goals tersebut saat kerjasama dengan blogger, tentu brand jadi punya kriteria khusus. Nah, ini dia beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh blogger. Kita mulai dengan:
Apa kriteria brand saat mengajak kerjasama dengan blogger
Tentunya ini berbeda-beda setiap brand. Tapi sejauh ini dari pengalaman, ada beberapa kriteria khusus seperti:
1. Blogger harus punya platform TLD dan DA/PA yang baik
Minimal DA/PA nya 12/20. Kenapa? Karena percuma kalau kerjasama dengan blog non TLD dan DA/PA rendah. Secara simple, tujuan brand untuk meningkatkan SEO hingga DA website brand akan sulit tercapai, karena umumnya blog non TLD tidak terindeks oleh google sebaik blog TLD. Hal yang sama juga untuk blog dengan DA/PA rendah.
2. Personal branding si blogger
Makanya, penting bagi blogger untuk punya personal branding yang kuat. Apa yang ditampilkan di blog dan social media sebaiknya selaras. Untuk beauty brand yang mengutamakan keamanan produk dan ingin mengedukasi calon customer, maka blogger yang diajak kerjasama harus tidak pernah membahas produk abal-abal. Bukan sekedar beauty product saja, tapi juga tidak menggunakan barang kw lainnya (fashion, sepatu, etc).
Jadi memang soal personal branding blogger ini sangat diperhatikan, walaupun tiap brand punya kriteria yang berbeda. Kalau kamu amati brand The Body Shop misalnya. Mereka nggak ajak kerjasama blogger atau vlogger di level micro dan masif. Kriteria yang mereka pakai itu ambassador, harus TOP KOL, Skincare guru, atau TBSBeautyBae untuk micronya. Tapi, kalau kita amati siapapun yang diajak kerjasama punya personal branding yang jelas dan nggak asal aja gitu.
3. Apakah harus cantik dan putih?
Pertanyaan ini seringkali datang bukan cuma dari sesama blogger tapi juga dari teman-teman beauty enthusiast. Tentu jawabannya TIDAK. Tapi bisa jadi beda brand beda spesifikasi. Beberapa brand mengutamakan blogger yang harus bisa sharing knowledge tentang produk secara clear ke pembaca. Tentunya dengan menambahkan experience selama pemakaian produk.
4. Blogger harus menyertakan visual
Visual yang diharapkan ini representatif dan clear (kualitas bagus) sebagai pendukung tulisan. Makanya, tema blog juga jadi pertimbangan brand karena biasanya menyasar kelas tertentu sebagai target marketnya.
Pertanyaan lain yang muncul, apakah blogger harus kuat di social media untuk diajak kerjasama oleh brand?
Kuat secara branding, tapi nggak harus selebgram. Karena goalsnya nanti akan berbeda lagi. Maka, blogger juga perlu menggarap sosial medianya dengan serius dan mempertajam personal brandingnya. Sebagai blogger juga kamu bisa punya banyak kesempatan untuk ketemu brand di berbagai platform. Keaktifan kamu itu akan bikin brand ngeh, atau malah bisa jadi top of mind.
Belakangan ini juga pamor blogger nampaknya kalah denga vlogger.
Apakah tren brand ngajak kerjasama dengan blogger akan mati seiring tumbuhnya vlogger?
Menurut Erny sebagai orang brand, jawabannya nggak. Karena beda platform pasti beda tujuan dan potensial customer itu jenisnya bermacam-macam, jadi nggak menutup kemungkinan blogger tetap dibutuhkan sekalipun ada vlogger. Hanya saja, kembali lagi ke brand masing-masing. Nggak semua PIC yang handle kerjasama blogger benar-benar paham apa yang brand butuhkan. Dalam kasus ini, pernah suatu ketika ada tim internal yang tanya "kenapa sih masih pakai blogger, kan tren udah ke ranah lain?"
Mungkin ke ranah lain iya, tapi kembali ke poin awal tadi. Ada goals untuk menguatkan SEO. Nggak jarang, efeknya ke jangka panjang. Karena banyak menghiasi halaman search engine, ternyata jadi ada klien untuk jadi partner jualan. Jadi nggak cuma dari SEO menguntungkannya, tapi juga dari sisi brand awareness, brand value, bahkan ke tingkat sales sekalipun.
Terakhir, pertanyaan paling banyak ditanyakan:
Apa ekspektasi brand saat kerjasama dengan blogger?
1. Blogger jadi ambassador dari brand
Untuk menyampaikan informasi terkait produk yang disepakati. Bila ranahnya makeup, maka melalui tulisannya bisa mengemukakan review secara jelas meliputi deskripsi produk, ingredients, perasaan saat digunakan, hingga plus minusnya. (walaupun nggak semua brand bersedia ada poin minus yang disampaikan). Sedangkan untuk skincare, bisa memberi penjelasan detail tentang produk terutama bila digunakan pada kondisi kulit seperti blogger terkait. Makanya, unsur personal sangat penting dimasukkan dalam review.
2. Terjalin simbiosis mutualisme
Baik brand dan blogger sama-sama berkepentingan. Sehingga diharapkan sama-sama bisa bekerja dengan profesional.
3. Bantu brand meningkatkan brand value dan branding position
Berkaitan dengan branding position, erat juga kaitannya dengan personal branding blogger sendiri.Ini juga mengacu pada kriteria blogger yang diajak kerjasama.
Tanya-Jawab
1. Brand tau nggak kalau ada yang beli followers, dicek nggak sih?
Salah satu pertanyaan yang seringkali muncul ketika ada blogger yang beli followers demi dilirik brand. Sebenarnya kembali ke team yang handle. Banyak PIC yang kurang paham hal itu, tapi banyak juga yang suka cek. Memang menentukan juga kualitas PIC dari brand agensi dengan cara kerjanya. Kebetulan di kantor Erny ada influencer marketing yang salah satu tugasnya cari potensial blogger atau nano KOL, harus research. Sebenarnya beli followers atau nggak bisa terlihat dari engagement dan performa konten. Saling komen sesama teman juga terlihat banget, jadi kalau bisa jangan terlalu sering POD, karena lama-lama performanya kayak nggak asli.
2. Ada brand yang gamau sisi negatifnya diceritakan, atau bahkan ada yang kasih script bahasa yang harus disampaikan. Apakah memungkinkan untuk "nego" tnc nya, dan apakah brand akan kapok? Jika kerjasama memang kurang etis untuk bandingin dengan brand lain, tapi diluar kerjasama kita bandingin ABC gapapa kah?
Soal etis nggaknya, sebenarnya nggak ya. Karena kekurangan pada suatu produk sebenarnya wajar, dan kalau ga cocok dikulit blogger itu manusawi. Nggak cocok kan bukan berarti produknya jelek. Misalnya aku suka makan pare yang pahit, kamu nggak suka padahal banyak gizinya. Bukan karena parenya yang jelek, tapi emang ga cocok aja. Jadi, jalan keluarnya komunikasikan dengan pihak brand. Kembali lagi ke brand, ada yang kapok atau nggak. Bisa jadi nggak cocok di produk A, tapi bisa kerjasama untuk lini produk B.
Kalau soal membandingkan sebenarnya nggak masalah, tapi kembali ke kebijakan brand. Dan dari sisi blogger bisa menyampaikan perbandingan dengan alasan jelas. Jangan cuma produk A pokoknya buagus banget kalau dibanding produk B. Jadi bisa kasih alasan pendukung yang jelas.
3. Setelah lihat hasil kerjasama , apa yang dilihat brand sehingga terbuka kemungkinan kerjasama lagi? Bagaimana brand menilai rate card seorang blogger ideal atau nggak?
Yang dinilai ada berbagai aspek. Bisa dari page view, tapi nggak utama. Karena biasanya page view bagus setelah tulisan terindeks sekitar 3 bulan. Sementara untuk collect data per 3 bulan baru dievaluasi cukup menyita waktu. Jadi biasanya ada beberapa aspek yang langsung terlihat:
1. Cara penulisan
Ini sangat menentukan. Paham nggak dengan cara penulisan kalimat efektif? Biasanya kalau sekali kerjasama dan tulisannya muter-muter, maka nggak dipakai lagi. Khawatirnya, pesan yang ingin disampaikan ke pembaca jadi blunder. Maka, penggunaan tanda baca juga penting diperhatikan.
2. Foto pendukung
Visual ini penting banget. Gak masalah devicenya apa, tapi kalau kerjasama berbayar maka kualitasnya harus setara misalnya visualnya HD dan clear. Kalau brand lipstik misalnya, please jangan malas swatch di bibir. Karena kalau cuma ditangan ga representatif. Kalau ga mau dibibir karena brand ga mau bayar kemahalan, coba negosiasikan aja. Kalau nggak sesuai, berarti belum jodoh.
3. Blogger beneran cocok atau hanya mention cocok kemudian dipreloved?
Sebenarnya ga masalah kalau teman-teman dapat PR gift lalu dipreloved. Tapi seenggaknya tunggu sekitar 3 bulanan. Karena dengan jual PR gift sebelum 3 bulan kesannya kemarin bilang oke, kok dijual gini? Kecuali kamu punya produk double.
4. Saling profesional dari awal hingga setelah kerjasama
Jadi pernah ada kasus nego dengan blogger, nego harga. Setelah oke via email, terus di alter accountnya di twitter bahas dengan hate speech. Pas banget ada tim patroli yang lihat. Jadi kalau ada uneg-uneg selama kerjasama baiknya dishare aja.
Soal rate card dinilai, biasanya:
-Dilihat media kitnya gimana performa channelnya.
-Kualitas kontennya. Worth nggak sih sama bayaran sekian (meliputi cara blogger menulis dan visual yang ditampilkan).
-Dilihat dari brief brand.
Makanya, brand lebih baik bayar blogger daripada gratisan. Karena kalau barter (hanya dikasih produk) maka brand jangan banyak mau. Win-win solution sih.
4. Ketika PIC cari blogger yang banyak bahas beauty, malah yang dapet jobnya yang jarang atau bahkan gak pernah bahas beauty sama sekali. Tapi, followers IG nya banyak. Antara blog dan IG, sebenarnya mana yang didahulukan brand?
Ini sebenarnya kembali ke PIC tadi. Dia paham nggak ranah dan goals yang ingin dicapai? KAdang dilapangan, PIC tersebut nggak paham sampaititik itu, jadi blur. Karena ga jelas memahami goalsnya. Kalau sudah paham, seharusnya yang diutamakan blog. Karena kerjasama untuk awareness di IG bisa tanpa blog.
Kedua,brand beauty memang nggak cuma kerjasama dengan beauty blogger atau creator juga. Misalnya, kerjasama juga dengan travel blogger karena ada goals menekankan pentingnya skincare saat traveling, dan mau ekspansi target market.
Jadi, penyebabnya memang kompleks. Tapi sejauh ini, memang kadang PIC belum paham. Parahnya kadang dari brand juga ga jelas ngarahinnya.
Kalau di instagram misal goalsnya mau ningkatin profile visit, mau promosi ke masyarakat yang sifatnya cepat (diskon sekian persen dalam 2 hari swipeup). Kalau blog tentunya gabisa pakai tujuan itu.
Sekian belajarnya di JTALKS hari ini, semoga bantu temen-temen yang baca untuk jawab keingintahuannya. Makasih udah mampir, sampai jumpa di blogpost berikutnya!
@jennitanuwijaya
Aku pernah ni, kerja sama sama suatu brand gitu, dari awal dia minta honest review ya tentu aja kusanggupi karena semua reviewku selalu honest. Tapi pas barang aku terima, dia bilang jangan bilang kalo itu dikasih, bolehnya bilang itu beli sendiri biar keliatan "natural". Langsung kutolak dengan tegas karena selama ini aku membangun platformku dengan baik, ga pernah ada review yang dikurangi dan dilebihkan. Sempet minta aku pake kalimat ambigu pokoknya jgn kelihatan kalo itu pemberian, tetep aku tolak. Kalo memang produknya bagus, aku tulis demikian, and vice versa. Untuk sponsorship juga aku transparan, bilang ke audience kalo ini review berbayar. Untung brandnya mau mengerti. Cuma memang kaget aja karena di awal dia minta aku honest review tapi tiba-tiba diminta begitu haha
ReplyDeleteTq infonyaaa cicireceh hehhe
ReplyDeleteJadi banyak tahu setelah bacaa blog nya kaa jenn
ReplyDeleteThank u ka jen infonyaa ❤❤❤
Hao cii💕💕 blog cici banyakk bgt pengetahuannyaa.. thx cici
ReplyDeleteThks loh ci jd tau semua😍
ReplyDeleteDapet ilmu baru dari ka jen dan sangat membantu bagi pemula yang ingin mengembangkan ilmunya lebih luas
ReplyDelete